JAKARTA ( PKP ) – Berseliweran informasi masuk ke benak kita membuat pusing kepala. Apa lagi informasi yang masuk ke benak kita itu informasi hoax alias kebohongan belaka. Anehnya, dan ini yang paling membuat kita pusing tujuh keliling adalah informasi yang benar dan betul adanya tetapi dibuat menjadi kabur dan jatuh ke dalam informasi hoax dan sebaliknya, informasi yang tidak valid alias hoax justru digiring dan digoreng menjadi seakan informasi yang benar.
Bagaimana memfilter semua informasi yang masuk ke dalam pikiran kita itu? Dalam dunia pers, kita kenal yang namanya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menekankan upaya penulisan berita atau informasi dengan melalui upaya konfirmasi kepada sumber berita sehingga sajian informasi menjadi berimbang. Ini yang disebut Cover Both Side, penulisan informasi yang mempertimbangkan dua sudut pandang, dari informasi yang berkembang ditelusuri hingga ke sumber berita.
Lebih dulu, Al-Quran telah mengajarkan pola kerja jurnalistik ini dengan istilah Tabayyun, upaya meminta penjelasan dari yang bersangkutan, orang perorang atau lembaga dan instansi terkait informasi tertentu yang kita dengar mengenai individu dan atau lembaga, instansi tersebut.
BACA JUGA
Tanam Ganja di Pot, Sat Narkoba Polres Metro Jakbar Menggerebek Salah Satu Rumah di Wilayah Brebes
Minimalisir Penyebaran Covid-19 Kudam XII/Tanjungpura Lakukan Penyemprotan Disinfektan
LANAL KETAPANG LAKSANAKAN SAR EVAKUASI JENAZAH DI ALUR SUNGAI KENDAWANGAN
Lalu bagaimana mengelola atau melawan informasi yang sebenarnya hoax tetapi digoreng seakan menjadi isu dan informasi yang benar?
Informasi hoax yang sengaja dikemas agar masyarakat meyakini sebagai informasi yang valid itu sangat berbahaya. Masyarakat terpaksa karena ketidak-tahuannya itu harus percaya kepada kebohongan dan berbuat atas nilai kebohongan itu sendiri. Berita dan informasi hoax yang dipaksakan menjadi berita dan informasi valid akan melahirkan split society, masyarakat yang terpecah.
Masyarakat yang percaya bahwa berita itu hoax dan mereka yang yakin itu benar. Dua kondisi ini menjadi celah bagi syetan untuk mengadu domba manusia secara umum terlepas dari latar keberagamaan.
Masyarakat religius entah itu Islam, Protestan, Khatolik, Hindu dan Budha adalah pos yang menjadi sasaran empuk para syetan durjana untuk mencapai target pecah belah tersebut. Mereka tahu persis bagaimana lembaga ini begitu mudah digoreng untuk dinikmati hasilnya. Maka waspadalah dengan infromasi hoax dan soax.
Selain tabayun, muslim dengan kerangka yang jelas seperti diuraikan di atas, memiliki piranti yang tepat dengan berdasar pada QS: An Naas.
Bagi muslim, berita dan informasi secara keseluruhan – sebelum masuk ke dalam pikirannya – selalu dikelola dengan pertimbangan quraniyah, harus sesuai dengan Al-Quran. Artinya, berita atau informasi harus memiliki standar bukan saja pada nilai jurnalistik dengan pola KEJ tetapi lebih dari itu bahwa informasi dan atau berita harus mencerdaskan publik dan bernilai pahala.
So, informasi yang pada hakikatnya benar tetapi dipaksa menjadi hoax adalah kabar shoax dan sebaliknya, kabar hoax, tidak valid digoreng seakan valid, itu namanya shoax pula. Waspadalah tipu daya perusak berita. [red].di kutip dari RADARINDONESIANEWS.COM.