CANGKIR OPINI Bersama BEM UMM dan LAZIZMU Jatim membuat kerjasama untuk melakukan agenda pencegahan ekstrimisme agama melalui pendekatan dialog kebangsaan. Agenda tersebut dilaksanakan di Sengkaling Hall UMM (31\05\22).
Agenda yang dilaksanakan Cangkir Opini dan BEM UMM ini mengangkat tema Gerakan Filantropi Perdamaian. Menghadirkan pemateri dari berbagai daeran dan latar belakang pendidikan berbeda, seperti Eks Napiter, akademisi, tokoh agama dan pengelola zakat. Para pembicara seperti Ust. Jack Harun (eks Napiter) dan Hasnan Bachtiar (akademisi) sangat mengapresiasi kegiatan tersebut agar orang-orang yang punya niat baik membantu orang tidak disalahgunakan.
Karena menurut fakta dilapangan, kotak-kotak amal yang ada di tempat-tempat umum ternyata banyak disalah gunakan oleh para kelompok ekstrimis-radikalis untuk membiayai aktivistas kelompok mereka dalam melakukan teror ke masyarakat. Hal ini dikonfirmasi oleh Ust. Jack Harun selaku mantan pengawal Nurdin M Top ketika masih aktif sebagai teroris.
Jack Harun sebagai eks napiter sangat mewanti-wanti generasi muda yang memiliki keinginan yang kuat untuk membantu orang untuk tidak asal memberikan sumbangan kepada orang atau lembaga penghimpun.
“Bukan kita melarang orang-orang untuk memberikan sumbangan, tapi harus melihat baik-baik siapa yang menghimpun. Karena kalau salah saja memberika sumbangan, bisa disalah gunakan,” terangnya, Selasa (31/05/2022).
Disamping itu, Hasnan Bachtiar mengatakan bahwa gerakan filantropi harus beriringan dengan semangat keagamaan yang moderat. Moderasi beragama adalah hal yang paling sering dibahas dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya sebelum bicara moderasi, kita harus memahami bahwa agama memiliki sisi dilematis, di mana kita harus menjaga teks dan disisi lain harus dipahami sesuai dengan konteks.
“Semua agama juga memiliki berbagai kelompok, kelompok radikal, liberal, dan kelompok moderat. Muhammadiyah dalam hal ini memilih untuk berada di kelompok moderat, hal ini sesuai dengan hadis Khairul umuri awsaatuha,” kata Dosen Hukum Keluarga Islam itu.
Ada banyak sebetulnya yang perlu diamati dalam melihat konteks beragama, khususnya dalil-dalil yang banyak dipahami secara tekstual. Padahal agama harus mampu berafilisasi dengan berbagai macam aspek, seperti budaya. Sehingga gerakan ini bisa beresonansi tinggi terhadap berbagai isu.
Menurut Dewan Pembina Komunitas Cangkir Opini, Nur Alim Mubin, agama yang paling kultural adalah agama yang paling banyak mengikut. Hal ini berlaku bagi semua agama, sehingga ciri-ciri kelompok yang ekstim adalah kelompok yang tidak kultural.
Alim menjelaskan bahwa ada dua model kembali ke quran sunnah, yaitu interpretative dan mekanistik. Muhammadiyah memilih untuk interpretative agar pemahaman islam sesuai dengan konteks zaman yang ada. Moderasi Muhammadiyah dalam hal ini semuanya moderat, baik agama dan budaya. Dalam menyemarakkan paham moderat, kita harus menguatkan gerakan pada symbol-simbol budaya. Kreativitas budaya harus digerakkan oleh umat islam sebagai penyampai pesan.
“Karena Muhammadiyah sangat lemah dengan gerakan jihad budya. Kita kalah dengan agama-agama lain, menciptkan symbol moderasi harus disandingkan dengan symbol agama,” ujar Mahasiswa Pasca Sosiologi UMM tersebut.
Kelompok puritan sangat miskin dengan budaya, hal ini terjadi di semua kelompok yang agama yang ekstrim. Sehingga dalam memaknai dalil harus dilakukan dengan cara-cara interpretative yang mendalam agar tidak mudah menghukumi orang-orang yang menggunakan budaya sebagai pendekatan dalam berdakwah.
Melalui kegiatan-kegiatan dialog, kita berusaha menjadikan gerakan filantropi sebagai salah satu pencegahan agar tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu, khususnya mengambil manfaat untuk memperluas ajaran keagamaan yang ekstrem dengan dalih sedekah atau infaq./*
Penulis Rifan
Publish Udin Subari-PKP.