Pontianak, POST KOTA :
Persoalan konflik agraria di Kalimantan Barat seolah-olah tidak pernah berakhir. Hingga kini, belum ada upaya penyelesaian yang jelas dan terukur baik dari pemerintah daerah kabupaten/kota maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bahkan, pemerintah daerah kabupaten/kota seolah-olah tidak mau tahu dengan adanya konflik agraria di wilayah hukumnya.
Hal ini disampaikan oleh Pengamat Hukum Herman Hofi Munawar dalam wawancara dengan media ini, Sabtu (17/2/2024).
Menurutnya, persoalan pertanahan adalah sepenuhnya hak dan kewenangan BPN semata. Padahal, banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam upaya menyelesaikan maupun mengantisipasi terjadinya permasalahan pertanahan.
“Pemerintah daerah bisa saja membantu masyarakat untuk melakukan percepatan sertifikasi lahan milik masyarakat yang telah dikuasai bertahun-tahun, atau sudah dikuasainya secara turun menurun.
Politik Uang Kembali Marak, Caleg Tertangkap Mesra dengan Uang Rp 300 Ribu di Grup WhatsApp
Pemerintah daerah juga bisa melakukan pendataan tanah di setiap kelurahan atau desa, dan banyak hal lainnya yang dapat dilakukan pemerintah daerah. Ini hanya persoalan mau atau tidaknya saja,” ujarnya.
Ia menambahkan, selama ini terkesan terjadinya konflik agraria hanya bisa diselesaikan melalui penegakan hukum baik secara pidana maupun secara perdata. Adanya persoalan sertifikat ganda terkesan pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan.
“Ketika warga komplain atas sertifikat yang diduga ganda, atau diduga cacat administrasi atas terbitnya sebuah sertifikat, BPN selalu mengarahkan agar diselesaikan di pengadilan. Seolah-olah tidak ada mekanisme lain selain di pengadilan. Padahal, dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan. BPN berwenang untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah jika diduga cacat administrasi. Mekanismenya dapat mengajukan permohonan tertulis pada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui BPN daerah tempat tanah itu,” jelas dia.
Polisi Minta Laporkan Jika Adanya Permasalahan Pemilu 2024 Sesuai Aturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2022
Katanya, mengutip Peraturan Menteri Agraria No.9 tahun 1999, pada Pasal 110 jo. Pasal 108 ayat. Permohonan itu dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu. Dan bahkan tanpa permohonan pun, BPN dapat membatalkan sertifikat tersebut jika diyakini adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
“Pada Pasal 106 menjelaskan hal-hal yang menjadi cacat hukum administrasi atas penerbitan sertifikat hak atas tanah. Yaitu terkait prosedur penerbitan sertifikat, atau kesalahan subjek hak, kesalahan objek hak, kesalahan jenis hak, atau kesalahan perhitungan luas atas tanah serta kekeliruannya yuridis, dan data fisik. Untuk itu, pengelolaan warkah tanah menjadi sangat penting, tidak boleh terjadi ada istilah warkah hilang. Pengamanan warkah menjadi kewajiban sepenuhnya BPN,” papar Ketua LBH Herman Hofi Law.
Namun, selama ini terkesan BPN tidak mau bertanggung jawab atas kekeliruan itu semua. Malah melemparkan tanggung jawabnya pada pengadilan.
Pastikan Wilayah Hukum Polda Kalbar Aman Satbrimob,” Lakukan Patroli Gabungan
“Jika mekanisme dilakukan dengan baik dan benar, maka upaya polisi dan kejaksaan dalam memberantas maraknya mafia tanah akan lebih cepat, dapat menzerokan adanya mafia tanah. Maka, hal-hal masyarakat kecil yang tidak berdaya dapat terbantu. Untuk itu, masyarakat berharap BPN proaktif, dan mau mengakui ada kesalahan atau kekeliruan dalam penerbitan sebuah sertifikat tanah serta para penegak hukum pun objektif dan mengedepankan hati nurani bahwa ada tetesan air mata masyarakat mengharapkan hak-hak mereka kembali,” tutup mantan Anggota Dewan Kota Pontianak.
Abe Pers.