MASIH SOAL POLITIK, soalnya seru dan panas. Semua berawal dari putusan MK yang menjadi golden ticket buat Gibran. Seminggu ini, soal putusan inilah yang terus disorot. Mahasiswa demo sampai malam hari. Para pakar hukum terus menyerang Mahkamah Keluarga, eh salah Mahkamah Konstitusi. Debat terbuka kian panas. Pilpres maunya riang gembira, mulai berubah goyang dumang.
Bukan soal muda, tua yang maju. Bukan soal kader NU, soal bohir, radikal-radikul, politik dinasti, melainkan soal konstitusi. MK menjadi bulan-bulanan dan berada di titik nadir. Kepercayaan publik sudah nol. Di sini persoalan utamanya.
Hukum diubah hanya untuk Gibran. Simpulannya seperti itu. Jokowi pun diseret dan dituduh melanggengkan kekuasaan dengan merestui Gibran ikut kontestasi. Para pendukung yang sudah mendewakan Jokowi, banyak kecewa. Bahkan, ada sampai menanggalkan baju. Mirip dengan pendukung Prabowo dulu, banyak kecewa saat Jokowi melantiknya sebagai Menhan. Sekarang sudah sekolam. Mirip juga dengan pendukung parpol suka kritik Jokowi dan yang sempat jadi oposisi, sekarang sebarisan. Sama-sama kecewa ketika idolanya tak lagi seirama.
Kembali ke lembaga negara yang diketuai Anwar Usman, pamannya Gibran. Lembaga ini merespons serangan publik bak air bah itu. Caranya, dibentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK). Tiga orang dipilih, Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih. Ketiganya ini dilantik oleh Anwar Usman. Setelah dilantik, ketiganya akan menghakimi paman Gibran itu. Nalar publik benar-benar diuji di sini. Sudahlah putusan MK membuat Indonesia panas, eh Anwar Usman akan diadili oleh orang yang dilantiknya.
Belum lagi Jimly dituduh pernah menyatakan dukungan kepada Prabowo. Wah, makin diragukan lagi.
Kenapa MK jadi sorotan, karena pengadilan inilah nantinya yang mengadili sengketa Pilpres. Kalau MK sudah tak dipercaya publik, sengketa Pilpres diragukan dapat keadilan. Bisa ditebak putusannya.
MKMK memang dalam proses menyelidiki putusan kontroversial yang beda pandangan dengan salah satu hakim MK sendiri, Saldi Isra itu. Putusan MKMK tetap tidak membatalkan putusannya sendiri. Paling hakimnya minta dipecat kalau benar menyalahi kode etik. Dramanya berakhir di situ, tapi efek kerusakannya bisa membuat negeri ini makin terguncang.
Selama putusan MK ini belum claer, hari-hari ke depan topik politik tak lari dari soal itu. Ntah seperti apa nanti klimaks dari drama politik ini. Semoga hanya drama elit saja tidak sampai membuat arus bawah berantem. Inilah ujian nalar untuk publik.
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
#camanewak