“Bahaya Penyalahgunaan UU ITE : Hambatan Serius bagi Kebebasan Berekspresi di Indonesia. UU ITE: Pedang Bermata Dua yang Membungkam Suara Rakyat

Herman Hofi Munawar: Publik Waspada Terhadap Penyalahgunaan UU ITE dalam Kasus Pencemaran Nama Baik.

“Lindungi Kebebasan Berekspresi: Batasi Penyalahgunaan Pasal 27 UU ITE”. “Urgensi Pemahaman Mendalam Pasal 27 UU ITE untuk Penegakan Hukum yang Adil”.
Secara singkat mengenai masalah umum yang dibahas, yaitu penyalahgunaan UU ITE untuk membatasi kebebasan berekspresi. Pasal 27 UU ITE, Jelas secara sederhana apa yang dimaksud dengan pasal ini dan mengapa sering disalahgunakan.

Dampak negatif penyalahgunaan pasal ini terhadap kebebasan berbicara, terutama bagi jurnalis dan masyarakat umum.

Tarik kesimpulan dari seluruh pembahasan dan berikan penegasan kembali akan pentingnya melindungi kebebasan berekspresi.

“UU ITE, khususnya Pasal 27, seringkali disalahgunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi. Ancaman pidana yang tercantum dalam pasal ini membuat banyak orang, termasuk jurnalis, takut untuk menyampaikan pendapat atau kritik. Padahal, kebebasan berpendapat adalah hak dasar setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. Penyalahgunaan UU ITE tidak hanya menghambat demokrasi, tetapi juga menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi tumbuhnya kritik dan inovasi.

PONTIANAK ( POST KOTA ) : Herman Hofi Munawar, pakar hukum dan pengamat kebijakan publik Kalimantan Barat, menyoroti keresahan masyarakat yang merasa was-was akan dikategorikan sebagai pelaku pencemaran nama baik. Kekhawatiran ini diperparah dengan ancaman penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang sering kali digunakan untuk menakut-nakuti mereka yang berani berekspresi dan beropini, baik secara lisan maupun tulisan, serta melalui media sosial. Bahkan, jurnalis tidak luput dari ancaman tersebut.

Menurut Herman, kondisi ini sangat buruk bagi kebebasan berekspresi dan fungsi pengawasan terhadap pejabat publik, baik dalam implementasi kebijakan maupun perilaku moral mereka, termasuk kepala desa. Untuk itu, diperlukan pemahaman hukum yang mendalam terkait implementasi UU ITE, khususnya Pasal 27.

Sering terjadi malpraktik penegakan hukum terkait Pasal 27 UU ITE. Pakar Hukum ini menegaskan, penyidik tidak boleh menafsirkan pasal tersebut sesuai keinginan pribadi tanpa memahami aturan yang berlaku. Aturan hukum harus diimplementasikan secara tegas dan tidak boleh ada penafsiran ganda. Pasal 27 Ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur pencemaran nama baik.

Dalam penerapannya, penyidik harus memahami prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu yang dihadapi terkait pencemaran nama baik, seperti yang tercantum dalam Pasal aquo. Selain itu, penyidik seharusnya memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PPU-VI/2008 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa pengertian penghinaan dan/atau pencemaran nama baik harus merujuk pada ketentuan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, bebernya.

Lanjutnya, dia menyimpulkan bahwa tindakan yang melanggar Pasal 27 UU ITE tidak bisa dianggap sebagai delik pidana jika muatan atau konten yang ditransmisikan merupakan hasil evaluasi atau kenyataan.

Untuk mencegah kesalahan dalam penerapan Pasal 27 UU ITE, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri dalam Putusan No. 229 Tahun 2021, No. 154 Tahun 2021, dan Nomor KB/2 Tahun 2021. Penyidik harus merujuk pada keputusan tersebut dalam penanganan kasus-kasus terkait, tutup Direktur LBH ” HERMAN HOFI LAW “.

Udin Subari.


Write a Reply or Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *