Pontianak ( Post Kota ) : Sebuah keberhasilan sosok pebisnis ditulis oleh Rony Ramadhan Putra. Ia mengupas salah satu Pengusaha yang memiliki Rumah Makan Padang Campago.
Tidak ada sukses melalui proses instan, kecuali teranugerahi previlege; turunan bohir atau banjir warisan. Malangnya, dua faktor X tersebut sama sekali nihil dalam diri Irwan Campago . Kendati bukan asli kelahiran Minangkabau, lahir dan tumbuh besar di Pekanbaru, jiwa perantau plus wirausaha kadung tertanam sejak belia.
Singkat cerita, Mak Wan-sapaan lekatnya-memutuskan hijrah ke Aceh sebelum ke Pontianak. Apakah tumpek-blek selayaknya atraksi sulap membikin rumah makan? Hmm.. tak semudah itu Ferguso!!
Kurun beberapa tahun, ia menghabiskan waktu melapak di Pasar Tengah tatkala perdana menginjakkan kaki ke tanah Khat Al Istiwa’. Bermodal seadanya, Pria berdarah Pariaman menjaja aksesoris seperti dompet, ikat pinggang, dll. Suka-duka dilewati, hujan badai panas terik diterjang, sebagaimana sunnatullah berjualan; akan lebih banyak mendapat penolakan ketimbang closing.
Alhamdulillah, hikmah menjalankan titah Nabi SAW itulah, berdagang pelan-pelan, tanpa terasa ia berkenalan dengan lebih banyak orang. Semakin fasih dan sah menjadi warga Pontianak. Lalu datanglah peluang bekerja di Bank 46 (sekarang BNI). Babak kehidupan baru pun dimulai.
Pak Irwan kemudian fokus menempati bidang tupoksi terbawah sampai akhirnya dipromosikan atasan untuk mengisi posisi strategis. Sudah rahasia umum, jenjang karir yang mantap, membantunya mengetahui pergerakan finansial, menambah insight ekonomi sekaligus meningkatkan relasi.
Cukuplah kiranya 1 dekade lebih berada di lingkup perbankan, bersiap alih ke dunia usaha. Muncul lagi pertanyaan, apakah kontan membeli ruko dan membangun restoran mewah? Tunggu, sabar dulu. Green Land masih jauh.
Saya tidak tahu persis apakah Mak Wan membuka warung nasi padang dengan nama “Campago” atau tidak dulu. Menghadapi tantangan tingkat dasar, cash flow tidak sehat alias sepi, namun tak ada kata menyerah. Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai!
Berbekal pengetahuan kuliner berkawan semangat menyala, akhirnya rintisan rumah makan, sedikit demi sedikit digandrungi pelanggan berbagai latarbelakang, termasuk jejaring yang telah terjalin selama bekerja. Sampailah cabang bertumbuh satu-satu, seperti di Jl. Adisucipto, Tanjungpura, Kota Baru, Pasar Flamboyan, hingga ke Ngabang dan Sanggau Kapuas.
Kita dalami lagi, bagaimana pasang-surutnya? apakah semua ruko sedia ada dimiliki pribadi? Nyatanya tidak!!
Baru setelah puluhan tahun melintang patah membujur lalu dibidang yang sama, akhirnya Allah mampukan ia membeli dua blok ruko di kawasan Jl. Arteri Supadio Kubu Raya. Kisahnya sungguh menarik jika dijadikan sebuah buku bergenre tulisan populer, “Ingin Jadi Pengusaha Besar, Bertonggak Karyawan Dahulu Tidak Apa-apa”.
TIM PKP.