[POSTKOTA] MELAWI, KALBAR – Kabupaten Melawi saat ini tengah menghadapi krisis ekonomi yang cukup serius. Penurunan pendapatan per kapita terasa signifikan, terutama setelah aparat penegak hukum secara intensif menindak aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) dan penebangan kayu ilegal—dua sektor yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian daerah. Penangkapan para pelaku PETI dan pembalak liar semakin memperburuk kondisi masyarakat yang kini kehilangan sumber penghasilan.
Namun ironisnya, di tengah situasi sulit ini, anggaran operasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Melawi justru menuai sorotan. Anggaran tersebut tercatat mencapai lebih dari Rp 1,5 miliar per tahun untuk 30 anggota dewan. Jumlah ini dinilai terlalu besar oleh Jasli, seorang aktivis sosial, terutama jika dibandingkan dengan anggaran DPRD Provinsi Kalimantan Barat yang nilainya serupa namun untuk 65 anggota.
“Presiden sendiri telah meminta penghematan dan pengurangan acara seremonial,” ujar Jasli, mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto. Jasli menambahkan, “Anggaran makan minum rapat DPRD Melawi yang mencapai lebih dari Rp 1,5 miliar sangat tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk.”
Kekecewaan Jasli tak berhenti di situ. Melalui LSM yang ia pimpin, kini tengah dilakukan investigasi terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Daerah Melawi. Jasli menyatakan pihaknya siap melaporkan hasil temuan ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan harapan dapat mendorong keadilan dan perubahan nyata bagi masyarakat yang terdampak krisis.
Kini, perhatian publik tertuju pada transparansi dan penggunaan anggaran daerah di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat bagi warga Melawi.
(hen)