[POST KOTA] Kalimantan Barat – Meningkatnya kasus penyimpangan dalam tata kelola pemerintahan desa di berbagai wilayah Kalimantan Barat memantik keprihatinan dari berbagai kalangan. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai lemahnya sistem pengawasan internal sebagai akar persoalan dari maraknya pelanggaran di tingkat pemerintahan desa.
Menurut Dr. Herman, penyimpangan yang terjadi tidak semata-mata karena adanya niat memperkaya diri sendiri, namun juga disebabkan oleh rendahnya pemahaman aparatur desa terhadap tugas dan tanggung jawab mereka.
“Pelanggaran ini sering kali terjadi karena ketidaktahuan. Banyak aparatur desa yang belum memahami sepenuhnya aturan main, prosedur, serta batas-batas kewenangan mereka. Di sinilah seharusnya peran pengawasan dan pembinaan menjadi penting,” ujar Dr. Herman, Jumat (9/5/2025).
Ia menambahkan bahwa penyelewengan dana desa, penyalahgunaan wewenang, serta ketidaktertiban administrasi kini tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan negara, tetapi juga mencoreng prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Lebih lanjut, Dr. Herman menyoroti kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dinilai belum optimal. Padahal, APIP seharusnya menjadi instrumen utama pencegahan.
“Yang lebih mengkhawatirkan, ada kecenderungan APIP justru mendorong agar kasus langsung ditangani oleh aparat penegak hukum (APH), tanpa terlebih dahulu melakukan langkah-langkah pembinaan. Ini tentu menjadi pertanyaan besar: di mana sebenarnya posisi APIP dalam sistem pemerintahan kita?” ungkapnya.
Dr. Herman menilai APIP mungkin menghadapi berbagai kendala, seperti keterbatasan sumber daya manusia, intervensi politik, hingga budaya birokrasi yang permisif dan membiarkan pelanggaran terus terjadi.
“Jika pengawasan internal tidak diperkuat, maka penyimpangan akan terus berulang dan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa akan terus menurun,” tegasnya.
Dalam kondisi tersebut, Dr. Herman mendorong Bupati sebagai kepala daerah untuk mengambil langkah tegas dan cepat. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal di semua tingkatan, khususnya di desa, harus segera dilakukan.
“APIP tidak boleh hanya jadi ‘pemadam kebakaran’. Mereka harus menjadi mitra pembina bagi perangkat desa. Pendekatan yang bersifat edukatif seperti pelatihan, sosialisasi aturan, dan pendampingan secara berkala sangat penting untuk dilakukan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik tidak bisa hanya bergantung pada penindakan setelah pelanggaran terjadi. Pencegahan dan pendidikan harus menjadi kunci dalam membangun sistem pemerintahan yang berkelanjutan.
“Kita harus membangun sistem pengawasan yang tidak hanya kuat secara struktur, tapi juga berkarakter. Tanpa komitmen dan integritas dari pengawas internal, tata kelola desa yang bersih hanya akan menjadi wacana kosong,” pungkas Dr. Herman.
Ia pun menyerukan agar Bupati tidak tinggal diam menyaksikan penyimpangan yang terus berulang di desa-desa. Menurutnya, sudah saatnya dilakukan rekonstruksi total terhadap peran APIP agar lembaga ini tidak hanya menjadi momok setelah ada pelanggaran, tetapi menjadi pembimbing dan pelindung bagi desa untuk tumbuh menjadi entitas pemerintahan yang transparan, profesional, dan dipercaya masyarakat.