Pontianak, 25 April 2025 [POSTKOTA] – Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Tanjungpura (KBM UNTAN) menggelar aksi di depan Gedung Rektorat Universitas Tanjungpura sebagai bentuk penyampaian suara kritis terhadap kondisi kampus saat ini. Momen sakral wisuda—yang seharusnya menjadi puncak kebanggaan bagi mahasiswa dan keluarganya—kini berubah menjadi panggung ketidakpastian yang terus ditarik-ulur tanpa penjelasan yang masuk akal.
Di Universitas Tanjungpura (UNTAN), ribuan mahasiswa kembali dipaksa menelan kenyataan pahit: jadwal wisuda ditunda tanpa alasan yang jelas. Alasan yang disampaikan hanya: “Senat masih ada kegiatan.” Kegiatan seperti apa yang dianggap lebih penting daripada hak mahasiswa untuk diwisuda tepat waktu?
Kami muak dengan alasan-alasan klasik dan ketidakjelasan yang terus diulang. Apakah pihak kampus lupa bahwa wisuda bukan sekadar seremoni? Wisuda adalah simbol keberhasilan perjuangan akademik mahasiswa, sekaligus bentuk tanggung jawab kampus terhadap para lulusannya. Namun, pihak kampus dengan entengnya menunda tanpa empati, tanpa solusi, dan tanpa transparansi.
Penundaan wisuda hanyalah satu dari sekian banyak persoalan.
Saat mahasiswa menunggu kepastian kelulusan, rektorat justru sibuk memperluas proyek bisnis seperti coffee shop dan penyewaan gedung. Ketika mahasiswa mengeluhkan ruang kuliah yang tak layak, kampus lebih memilih membangun videotron. Ketika mahasiswa memperjuangkan fasilitas akademik, pihak kampus malah lebih tertarik memoles citra dengan proyek-proyek ekonomi yang jauh dari kebutuhan mahasiswa.
Hari ini, UNTAN bukan lagi rumah bagi pencari ilmu. Kampus ini telah menjelma menjadi perusahaan besar yang melihat mahasiswa bukan sebagai insan akademik, melainkan sebagai konsumen. UKT terus naik, tetapi fasilitas kampus tetap rusak dan terbengkalai. Banyak program studi tidak memiliki ruang kelas layak, sementara Pedagang Kaki Lima (PKL) menjamur dan coffee shop berdiri megah di tengah kampus.
Kelas panas dan sesak, kursi dan meja nyaris roboh, perpustakaan lusuh, dan Wi-Fi hanya jadi hiasan digital. Tapi jangan khawatir—coffee shop tersedia, videotron menyala terang. Luar biasa, bukan? Begitulah kampus ini menentukan prioritasnya.
Sementara itu, pimpinan kampus menumpuk kekayaan. Berdasarkan LHKPN, total kekayaan Rektor UNTAN mencapai Rp 27,6 miliar. Ini terjadi di tengah menurunnya peringkat kampus dalam Edurank hingga Webometrics. Ironi ini bukan lagi lucu—ini memalukan. Kampus yang mengklaim dirinya menuju World Class University justru tak mampu memenuhi hak dasar mahasiswanya: ruang belajar yang layak, pelayanan birokrasi yang efisien, dan kepastian jadwal kelulusan.
Kinerja para Wakil Rektor dan Wakil Dekan pun tak lebih baik. Minim inovasi, tanpa visi, dan cenderung otoriter. Mahasiswa yang menyampaikan kritik dicap sebagai pengganggu. Aspirasi ditolak mentah-mentah. Bahkan proposal kegiatan mahasiswa harus melewati birokrasi yang lebih rumit dari penulisan skripsi.
Di mana semangat pelayanan dan pendampingan yang seharusnya menjadi fondasi pendidikan tinggi?
Pelayanan birokrasi pun sangat lamban. Pegawai BAK dengan santai mempraktikkan slow motion service; surat permohonan diproses berminggu-minggu, dan mahasiswa disambut dengan ekspresi jenuh saat butuh bantuan. Bahkan audiensi dengan rektor diperlakukan layaknya permintaan bertemu presiden—DITOLAK!
Oleh karena itu, kami, Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Tanjungpura, menyatakan:
TRITUMA – TIGA TUNTUTAN MAHASISWA:
1. TOLAK PENUNDAAN WISUDA!
2. USUT TUNTAS PKL DI LINGKUNGAN UNTAN!
3. SELESAIKAN PERMASALAHAN SARANA & PRASARANA SECARA TRANSPARAN!
UNTAN bukan milik segelintir elit birokrat. UNTAN adalah milik mahasiswa, milik rakyat, dan milik masa depan bangsa!
TIM