Suara yang lagi viral saat ini, bunyinya begini, “Saudara-saudara, kesehatan nggak bayar, subsidi listrik, subsidi BBM, sekolah harus kita bikin gratis. Kemudian, kita akan kasih makan siang. Kemudian, saudara-saudara sekalian, kita harus berani seperti negara lain. Angkutan di kota-kota besar, kalau perlu subsidi 100 persen. Jadi, saya setuju kita bisa tambah we have to be more beasiswa, dan sekolah dan universitas negeri harus kita bikin…”
Beragam konten kreator membuat backgroud dari suara itu. Ada yang sambil nguli bangunan. Ada sambil mancing. Bahkan, ada sambil ngasih makan anak. Namanya penggiat media selalu ada ide agar video viral. Cuma, suara siapa yang dimaksud, saya pun tak tahu, hehehe…
Tapi, saya tidak membahas siapa di balik suara itu, melainkan membahas “Apa itu oposisi.” Kata ini ramai dibicarakan setelah Ketum PDIP Megawati memberi sinyal akan oposisi pada pemerintahan Probowo kelak. Kata Mega, walau negeri ini tak mengenal oposisi, melainkan berada di luar pemerintah. Mirip-miriplah. Mega juga mewanti-wanti kader banteng untuk keluar dari zona nyaman. Jadi, Probowo and the geng, siap-siap berhadapan dengan banteng moncong putih.
Untuk hal ini, saya salut pada Mega, partainya kalah Pilpres, tidak tergoda masuk kabinet. Biarlah yang menang saja menikmati kekuasaan. Fair. Bukan yang kalah malah ingin menikmati kemenangan.
Apa sih untungnya bersikap oposisi? Tentu ada untungnya walau tak lagi menikmati proyek besar lagi. Keuntungannya, bisa mengkapitalisasi suara antipemerintahan. Partai oposisi bisa menghimpun suara pemilih yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah. Lho yang tak senang pada Prabowo, boleh deh gabung satu barisan dengan PDIP. Agar suara mu bisa terwakili di parlemen. Kemudian, dengan menjadi oposisi, mereka membangun kebisingan dan menarik perhatian publik terhadap isu-isu politik yang mereka angkat.
Selain itu, sikap oposisi bisa mengawal kebijakan pemerintah. Oposisi mengkritisi dan mengawasi kebijakan pemerintah agar tetap sesuai dengan aturan yang berlaku. Tanpa oposisi, tidak ada mekanisme “check and balances” terhadap keputusan pemerintah.
Hal lainnya, dapat mencegah konflik politik. Keberadaan partai oposisi membantu mencegah terjadinya konflik politik yang dapat mengganggu stabilitas negara.
Itu keuntungannya, lalu apa kerugiannya? Kerugian oposisi, tidak terlibat langsung dalam Pengambilan Keputusan. Partai oposisi tidak memiliki kekuasaan untuk memengaruhi arah dan bentuk kebijakan secara langsung. Mereka hanya dapat memberikan saran dan kritik dari luar kekuasaan.
Kemudian, tidak mendapatkan manfaat kekuasaan. Partai oposisi tidak dapat mengontrol anggaran atau mengawal demokrasi melalui legislasi seperti hak angket atau interplasi. Mereka hanya dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran kritis dan pengawasan.
Kerugian lain, di saat kawan sebelah bicara proyek dari miliaran sampai triliunan, hanya bisa nguping. Tak bisa lagi menempatkan orang terbaiknya di tempat strategis. Kerjaannya, kritik sana kritik sini tiada henti. Jangan bicara kebaikan pemerintah di hadapan oposisi. Semua jelek.
Hakikat oposisi dalam kerangka demokrasi berfungsi sebagai pengawas dan pengkritik kebijakan pemerintah agar berjalan sesuai dengan undang-undang. Dalam sistem demokrasi, oposisi memberikan counterweight terhadap pemerintahan yang berkuasa dan mencegah akumulasi kekuasaan yang terlalu besar di tangan satu kelompok atau partai.
Di Indonesia, oposisi belum sepenuhnya kuat, tetapi keberadaannya tetap penting untuk penguatan demokrasi. Sebab, oposisi membantu mempersempit kemungkinan terjadinya tirani dan otoritarianisme dengan mengimbangi kekuasaan pemerintah.
Berikut dua konsep posisi. Pertama, Oposisi Destruktif Oportunis. Berusaha merusak citra pemerintahan melalui berbagai cara dengan tujuan menggulingkan penguasa secepatnya. Mengkritik dan mencari kesalahan dalam semua kebijakan pemerintah, baik yang baik maupun buruk untuk masyarakat.
Kedua, Oposisi Fundamental Ideologis. Bersifat destruktif dengan tambahan unsur ideologis. Selain menginginkan pergantian penguasa, mereka berusaha mengubah ideologi dalam negara. Menentang kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan ideologi dan visi misi yang mereka anut.
Sepertinya dari dua konsep oposisi itu, belum ada yang sepenuhnya mengamalkannya. Terutama partai. Tapi, untuk kelompok kecil, ada sepertinya. Yang suka demo yang ingin mengubah ideologi Pancasila, itulah pengamal konsep oposisi fundamental ideologis. Untuk partai belum ada. Kalau menjurus ke oposisi destruktif oportunis, sepertinya ada. Dua tahun oposisi begitu ditawarkan menteri, jadi oportunis.
Karena Prabowo belum memerintah, PDIP belum bersikap oposisi atau di luar pemerintah. Ya, kita tunggu saja nanti, apakah PDIP serius mau jadi “musuhnya” Prabowo beserta kabinetnya. Waktu akan membuktikan. Happy weekend wak.
#camanewak