PONTIANAK ( POST KOTA ) : Pakar Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti penetapan tersangka dan hukuman terhadap kepala dinas atau kepala bidang yang dianggap salah dalam kebijakan. Ia menilai hal ini sangat disayangkan, terutama jika dalam putusan hakim tidak terbukti adanya upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain. Menurutnya, ini hanya menyatakan bahwa yang bersangkutan bersalah dalam kebijakan.
“Kita yakin betul majelis hakim paham sekali dengan Pasal 50 KUHP yang menegaskan bahwa barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan, tidak boleh dipidana,” ujarnya. Kamis (1/8/2024), demikian rilis.yang dikirim ke Redaksi ” Post Kota Pontianak “.
Selaku Pakar Hukum, Herman menjelaskan bahwa makna menjalankan undang-undang tidak terbatas pada perbuatan yang diperintahkan oleh undang-undang, tetapi juga meliputi perbuatan yang dilakukan atas wewenang dalam bentuk kebijakan yang diberikan oleh undang-undang. Jika kebijakan tersebut diambil oleh pimpinan untuk menjalankan undang-undang dan tidak melampaui kewenangannya serta tidak ada indikasi memperkaya diri sendiri atau orang lain, kebijakan tersebut tidak dapat dipidana.
Selain itu, Dia menegaskan bahwa aparat penegak hukum perlu memeriksa apakah kebijakan tersebut merupakan perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan atau terdapat unsur niat jahat (mens rea). Kebijakan dapat dipidana jika terdapat indikasi niat jahat dan kebijakan tersebut tidak bertujuan menjalankan peraturan perundang-undangan.
Tambahnya, bahwa ada pengecualian di mana sebuah kebijakan dapat dipidana, terutama jika pengambilan kebijakan tersebut secara tegas dianggap sebagai kejahatan dalam undang-undang. Contohnya adalah Pasal 165 UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang menyatakan bahwa seorang yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin dapat dipidana bila izin yang dikeluarkan bertentangan dengan UU Minerba.
Aparat penegak hukum harus mencermati proses pengambilan kebijakan. Pengambil kebijakan tidak boleh kebal dari sanksi pidana jika terdapat perilaku koruptif dalam proses pengambilan kebijakan. Perilaku koruptif yang dimaksud adalah yang memberi keuntungan bagi diri sendiri, orang lain, atau korporasi, imbuhnya mengingatkan.
Dalam proses hukum pidana terhadap seseorang yang menduduki jabatan tertentu dan terindikasi melakukan perbuatan koruptif, aparat penegak hukum harus membuktikan niat jahat dan perbuatan jahat dari orang tersebut. Jika terbukti ada niat dan perbuatan jahat, hukum dan sanksi pidana harus ditegakkan. Namun, jika kebijakan yang diambil ternyata salah dan merugikan keuangan negara tetapi tidak ada perilaku koruptif, maka kebijakan tersebut tidak boleh diproses dan dipidana, tegas Direktur LBH ” Herman Hofi LAW”.
Udin Subari.