Apakah Gibran Belajar Teori Debat Ini?

Ilustrasi

Oleh : RJ

Hampir semua media maupun medsos mengunggulkan Gibran dalam Debat Cawapres. Kecuali, lawan Gibran yang tak mengakuinya sebagai pemenang. Serangannya membuat lawan tak berkutik. Telak. Padahal lawan debatnya bukan kaleng-kaleng. Politisi yang sudah malang-melintang dalam persilatan politik. Ia seperti pemeran Guo Jing dalam film The Legend of the Condor Heroes. Ia tampil memukau di tengah perseteruan kelompok Wulin dan Sembilan Yin. Masih muda tapi bisa mengalahkan pesilat tua. Ups, lalu cerita silat pula. Lalu, apa hubungannya dengan Gibran?

Saya mau bahas dari sisi seni berdebat. Dalam logical fallacy atau sesat pikir, ada istilah ad hominem. Yang paham soal ini, satu guru satu ilmu ya. Bagi yang belum tahu, akan saya jelaskan.

Ad hominem adalah sebuah kesalahan logika yang sering terjadi dalam dunia politik. Terdapat empat jenis ad hominem, yaitu ad hominem abusive, ad hominem circumstantial, ad hominem tu quoque, dan ad hominem fallacy of relevance. Keempat jenis ad hominem tersebut memiliki kesamaan dalam menyerang pribadi lawan bicara, bukan argumen yang sedang diperdebatkan.

Ad hominem abusive adalah jenis ad hominem yang menyerang pribadi lawan bicara dengan tujuan merendahkan atau melecehkan mereka, tanpa membahas argumen yang sedang diperdebatkan. Contohnya, seorang politisi menuduh lawannya sebagai orang yang tidak berpendidikan hanya karena lawannya tidak setuju dengan pandangan politisi tersebut.

Ad hominem circumstantial adalah jenis ad hominem yang menyerang argumen seseorang berdasarkan latar belakang, kepentingan, atau hubungan mereka dengan topik yang sedang dibahas, tanpa membahas substansi argumen tersebut. Contohnya, seorang politisi menolak argumen lawannya hanya karena lawannya berasal dari partai politik yang berbeda.

Ad hominem tu quoque adalah jenis ad hominem yang menyerang argumen seseorang dengan menunjukkan bahwa orang tersebut tidak konsisten dengan prinsip atau tindakan mereka, meskipun hal tersebut tidak berhubungan dengan argumen yang sedang diperbincangkan. Contohnya, seorang politisi menuduh lawannya tidak konsisten dalam menjalankan program pemerintah hanya karena lawannya pernah melakukan kesalahan di masa lalu.

Ad hominem fallacy of relevance adalah jenis ad hominem yang menyerang pribadi lawan bicara dengan alasan yang tidak relevan dengan topik yang sedang diperbincangkan, seperti penampilan fisik atau kebiasaan pribadi. Contohnya, seorang politisi menyerang lawannya dengan mengkritik penampilan fisik lawannya, padahal hal tersebut tidak berhubungan dengan topik yang sedang dibahas.

Dalam dunia politik, ad hominem sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari substansi argumen yang sedang diperdebatkan. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada dan memeriksa argumen yang disampaikan oleh para politisi, serta tidak mudah terpengaruh oleh serangan ad hominem yang tidak relevan.

Mudahan paham ya wak. Kalau tak paham, harap baca lagi sampai paham, hehehe. Kalau dikaitkan dengan aksi Gibran kemarin, masuk ad hominem yang mana? Atau, tidak masuk, dan menggunakan jurus baru? Silakan dicocokologi.

#camanewak


Write a Reply or Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *