KETAPANG ( Postkota ) – Terekam kamera awak media ada tumpukan drum di duga itu penampung BBM jenis solar di desa danau buntar konon kata nya notabene pemilik nya ACOI, untuk di suplai ke pertambangan emas ilegal, yang di kelola bos APO yang sudah berjalan cukup lama di daerah desa danau buntar, lokasi suren, dan lokasi Kramat, tepatnya di perairan sepanjang sungai desa Danau Buntar kecamatan Kendawangan kabupaten Ketapang Kalbar.
Diceritakan pertambangan daerah danau buntar dan desa air tarap, blok O, lokasi Kramat kecamatan Kendawangan itu, katanya tidak pernah tersentuh oleh hukum, di karenakan sudah ada uang koordinasi ke sejumlah oknum, dari itu lah tambang emas dan BBM di sana lancar kondusif dan aman, katanya.
Sangat di sayangkan perairan desa danau buntar kini menjadi tempat pertambang ilegal, kata lain sudah merusak ekosistem mahluk hidup yang ada di air dan di daratan.
Kami berharap ada APH yang untuk melihat desa kami ini, sangat menyedikan hutan mulai gundul, sungai mulai tertutup, mata pencarian masyarakat di sungai mulai susah. Air sudah tercemar.
Yang jadi pertanyaan kami apa kah APH tidak tau ada pertambangan daerah sini, tidak mungkin APH tidak tau,!!!!!! Sudah jelas ini ada permainan.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
TERKINI
Pertambangan Tanpa Izin Perlu Menjadi Perhatian Bersama APH, Pemerintah dan Masyarakat.
Pertambangan Tanpa Izin atau PETI terus menjadi perhatian Pemerintah. Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan.
PETI adalah kegiatan produksi mineral yang dilakukan oleh masyarakat atau CV dan PT. perusahaan tanpa izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
“PETI adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu konflik horizontal di dalam masyarakat,” kata Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun masyarakat terhadap sekitar. “Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk pada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujarnya.
Menghadapi PETI, Pemerintah tidak tinggal diam. Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, terus bekerja sama untuk mengatasi PETI. “Upaya yang dilakukan antara lain dengan inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum,” jelasnya .
PETI Langgar Undang-Undang
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral, Pada pasal 158 UU tersebut disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara yang diatur dalam pasal 160.
Dalam pasal 161 juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau konservasi, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
JER.