Oleh Rosadi Jamani
LOGIKA SEDERHANA, semakin banyak dipenjara, semakin berkurang. Anehnya, malah makin bertambah. Itulah korupsi di negeri ini. Mau bagaimana lagi cara memberantas korupsi. Panglimanya saja tersangka korupsi.
Kadang ada rasa bosan bahas korupsi. Semakin dibahas, diseminarkan, di-FGD-kan, para perampok uang rakyat seperti menari-nari. Tak kasih pantun dulu ya!
Belangkin buaya yang diperkara
Ereksi lain kian terasa
Semakin banyak yang dipenjara
Korupsi semakin meraja-lela
Kali ini ada cerita korupsi baru. Sudah lima jadi tersangka. Nilai kerugian negara Rp13,5 triliun. Dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta Cikampek (Japek) II atau dikenal dengan Jalan Layang Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ). Dibangun dari April 2021 sampai14 Sep 2023. Lho lihat ndak foto jalan layang itu di sejumlah media. Bergelombang mirip roller coaster. Kenapa bergelombang, karena mestinya gunakan beton, malah diganti baja. Bahasa jaksa, ada perbuatan melawan hukum. Mulai dari mengatur pemenang lelang sampai pihak swasta sebagai pelaksana. Pihak swasta dimaksud menjurus ke satu nama pesohor di negeri gemah ripah loh jinawi ini, bukan konoha ya. Pesohor itu mantan orang nomor dua. Pasti tahulah siapa dimaksud. Kasus inipun mulai kental dengan muatan politik. Di sini kadang saya malas. Kalau sudah melibatkan pesohor, cukup di tingkat anak buah saja. Kadang kasihan. Mereka hanya menjalankan tugas, berdarah-darah di lapangan, bekerja sepenuh hati, pada akhirnya jadi korban. Mereka tak makan duitnya, justru jadi tersangka. Para atasan mereka menari-nari sambil berkipas dengan lembaran dolar. Saya tidak yakin sampai menjerat pesohor itu. Kita tonton sajalah. Kalau pesohor itu jadi tersangka, tanda hukum mulai tajam ke atas. Kalau hanya anak buah jadi tersangka, fenomena hancurnya hukum tak ada perubahan.
Satu lagi kisah anak buah selalu jadi korban. Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Kontruksi Lampung Utara, Kadarsyah dicopot dari jabatannya, Selasa 21 November lalu. Tahu ndak kenapa ia dicopot. Ini agak lucu. Ia diminta membayarkan hutang atasannya, Bupati Lampung Utara, Budi Utomo sebesar Rp65 miliar. Hutang mahabesar itu sudah ada sejak ia belum jadi Kadis. Siapa yang makan, siapa yang cuci piring ni. Ibarat, Kadarsyah tak makan, tapi kena getahnya. Jabatan kariernya harus melayang gara-gara hutang sang majikan. Ia pun tak terima, lalu menggelar konferensi pers di hadapan wartawan. Ada yang bilang, kasihan orang jujur selalu jadi korban.
Model seperti ini sebenarnya lazim. Cuma, sangat langka saja ada Kadis terus terang seperti Kadarsyah itu. Biasanya perintah atasan harus dijalankan demi jabatan stabil. Caranya, menarik commitment fee (jatah preman) dari setiap proyek di dinas. Jatah preman itu dikumpulkan lalu disetor ke atasan. Bisa dipastikan kualitas proyek menjadi jauh berkurang. Jangan heran ada jalan baru tiga bulan dibangun, aspalnya sudah mengelupas. Gara-gara jatah preman itu.
Hutang Bupati Rp65 miliar, apa yang dibeli? Bukan beli harta benda, melainkan imbas dari mahalnya ongkos politik. Untuk menjadi seorang Bupati, butuh biaya mahal. Bisa ratusan miliar. Dia harus ngutang untuk bisa menang. Siapa tempat ngutang, biasanya para pengusaha. Kompensasinya adalah proyek. Hutang itu akan dibayar dengan jatah preman yang ditarik dari setiap mata anggaran. Seorang Sekda dan Kadis harus paham bagaimana melayani majikan. Bila tak pandai, bisa di-nonjob-kan. Jabatan paling memalukan di dunia birokrasi. Disuruh finger print pagi dan sore, tapi tak ada kerjaan. Masih mending ada disiapkan meja kursi, kadang tak ada. Akhirnya, warkop dijadikan kantor.
Perilaku koruptif semakin susah dibasmi. Hukuman penjara tiada arti. Semakin banyak dijeruji, korupsi menjadi-jadi. Mau cara apalagi? Banyak tak mau hukuman mati. Dimiskinkan banyak ditolak kaum legislasi.
Penjara masih dijadikan alat untuk menakuti-nakuti. Faktanya tidak menakutkan lagi. Penegak hukum bisa diumpani money. Putusan hakim bisa dipesan sesuai selera hati. Dipenjarapun bisa dapat bonus remisi. Korupsi pun tak ditakuti. Wajar bila korupsi tiada henti. Negeri ini pun semakin ironi.
#camanewak