POST KOTA : Pontianak, – Kontroversi kembali mengemuka terkait penanganan sertifikat tanah ganda di Indonesia, dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) disorot karena tidak mengambil tanggung jawab yang seharusnya. Dr. Herman Hofi Munawar, seorang Pengamat Kebijakan Publik dan Praktisi Hukum dari Universitas Panca Bhakti Pontianak, menyoroti sikap BPN yang cenderung melemparkan tanggung jawab kepada warga dengan mengarahkan mereka untuk menyelesaikan masalah melalui pengadilan. Senin, 6 Mei 2024.
Selama ini, pembatalan sertifikat hanya dianggap dapat dilakukan melalui proses pengadilan, meskipun BPN seharusnya memiliki kewenangan untuk membatalkan sertifikat yang diduga mengalami cacat administrasi. “Sangat jarang ditemukan BPN bersedia bertanggung jawab atas produk BPN sendiri,” ujar Dr. Herman.
Menurutnya, BPN seharusnya proaktif dalam menawarkan alternatif penyelesaian masalah, seperti pembatalan sertifikat melalui mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Salah satu mekanisme yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui BPN daerah tempat atau lokasi tanah yang dimaksud. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1999. “Bahkan tanpa permohonan pun, BPN memiliki kewenangan untuk membatalkan sertifikat jika ada dugaan cacat hukum administratif dalam penerbitannya,” tambah Herman yang juga Direktur LBH.
Lanjut dia, beberapa cacat hukum administrasi yang dapat menjadi alasan pembatalan sertifikat meliputi kesalahan prosedur, subjek hak, objek hak, jenis hak, perhitungan luas, serta kesalahan data yuridis atau fisik. Namun, selama ini BPN terkesan enggan aktif dalam menangani masalah ini, sehingga proses penyelesaian kasus sertifikat tanah ganda dan upaya memberantas praktik mafia tanah menjadi terhambat.
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik, diharapkan BPN dapat lebih proaktif dalam menangani masalah ini serta memberikan solusi alternatif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tegas Herman Hofi.
Udien Subarie