Oleh : Rosadi Jamani
Banyak berharap Gibran planga-plongo, gugup, keluar keringat sebiji jagung. Nyatanya, tak sesuai ekspektasi. Justru anak presiden itu terlihat lebih smart dari dua lawan debatnya. Bahasa pendukung No. 2, keduanya di-KO- oleh anak ingusan itu. Benarkah demikian?
Saya coba ambil data dari Ismail Fahmi di X, analisis sentimen selama debat sebagai berikut:
Muhaimin Iskandar:
Sentimen positif: 48%
Sentimen negatif: 41%
Sentimen netral: 11%
Total sebutan: 26,849
Gibran Rakabuming:
Sentimen positif: 70%
Sentimen negatif: 23%
Sentimen netral: 7%
Total sebutan: 31,580
Mahfud MD:
Sentimen positif: 69%
Sentimen negatif: 16%
Sentimen netral: 15%
Total sebutan: 11,385
Banyak lagi data yang diungkap Ismail Fahmi. Hampir semua isu dimenangkan Gibran. Termasuk sentimen positif dan negatif dari netizen, Gibran unggul mengalahkan politisi senior, Muhaimin “Slepet” Iskandar dan Mahfud MD. Siapa sentimen negatif tertinggi, ente baca saja data di atas. Cuitan saya di FB saat berlangsung debat, “Sepertinya Gibran lebih smart ya #camanewak” Banyak ditanggapi netizen yang pro dan kontra. Asyik juga baca komen mereka di lapak sendiri.
Cuitan itu seperti saya akan memilih Prabowo-Gibran. Belum wak, saya belum menentukan pilihan. Sebab masih ada waktu sebulan lebih. Waktu yang panjang untuk mempelajari kelakuan ketiga pasangan itu. Itulah susahnya pemilih cerdas atau swing voter macam saya ini, sulit terpengaruh aneka propaganda dari para pendukung fanatiknya. Dari perspektif saya pribadi, debat tadi malam dimenangkan Gibran. Maaf ya buat pendukung Cakimin dan Mahfud. Ini soal penilaian saja. Namanya juga penilaian setiap orang pasti beda.
Gibran sepertinya telah disiapkan matang dalam seni berdebat. Walau bocil, tapi orang di belakangnya hebat. Kata kawan, jurus Jokowi dipakainya saat berdebat dengan Prabowo. Jurus bertanya ala lomba cerdas cermat. “Karena Gus Muhaimin ini adalah ketua umum dari PKB. Saya yakin sekali Gus Muhaimin paham sekali untuk masalah ini. Bagaimana langkah Gus Muhaimin untuk menaikkan peringkat Indonesia di SGIE?” tanya Gibran. Sebuah pertanyaan sangat halus tapi menusuk sangat dalam. Cakimin tak bisa jawab. Nah, bagian ini yang diinginkan tim sukses No.2 untuk di-capture. Benar, video bagian ini menjadi viral. Mungkin para pendukung 02 terbahak-bahak sekarang. “Kena lho dikerjain bocil.” Ini bagian seni berdebat di panggung. Apapun perjelasan Cakimin soal ekonomi Islam tak penting lagi, yang diframe bagian tak bisa menjawab itu. Soal Gibran sendiri dituding tak juga paham apa itu SGIE, tak penting. Di atas panggung itulah momen Gibran mengunci lawan seperti menyerah. Bagian ini si bocil ingusan terlihat smart.
Bukan hanya Cakimin “dikerjain” Mahfud juga kena. Suami Selvi Ananda itu menanyakan soal regulasi Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage). Lalu dijawab Menkopolhukam dengan mutar ke sana ke mari. Mirip gasing hehehe. Padahal, ia tak bisa jawab persis. Bagian inilah yang ingin di-capture Gibran dan fansnya. Kena ni barang. Walau pun ada klarifikasi pasca debat soal karbon itu, sudah tak penting lagi. Tetap yang di atas panggung itu yang viral.
Dari semua itu, bukan substansi debat yang dibahas netizen, soal serangan Gibran ke duo nahdliyin itu. Kubu 02 pasti sedang merayakan kemenangan mereka. Sementara kubu 01 dan 03 bakal mempersiapkan diri untuk “balas dendam” di ronde kedua nanti. “Awas ya, tak balas koe!”
Debat itu ada seninya kawan. Bagaimana harus menyerang dan bertahan. Kalau tak ada serangan mematikan, sama juga pidato visi misi. Momen paling dinantikan saat lawan debat, tak bisa jawab. Kalau pun bisa jawab, malah ngelantur, mengawang-awang, halu, dsb. Apalagi lawan sudah mati kutu, keringat ngucur bak habis bertinju di ring, games over.
Pertanyaannya, apakah hasil debat bisa mempengaruhi pemilih? Bisa sih, sangat bisa. Kalau tak bisa ngapain juga KPU gelar debat. Cuma, perlu diingat rata-rata sudah punya pilihan. Pilihan itu malah menjadi sebuah keyakinan. Mirip keyakinan orang beragama. Ente mau beberkan data kitab itu palsu, jiplak, banyak diubah, tak asli lagi, pemeluknya tetap yakin agamanya paling benar. Begitu yang sudah yakin dengan pilihan. Mau dibilang capres suka blunder, planga-plongo, hanya jago bicara nol kerja, pro aseng, dsb tetap tak berpengaruh. Tetap capres pilihanku yang terbaik. Walau langit mau runtuh sekalipun, tetap Capres ku yang terbaik. Walaupun dibeberkan dosa-dosa masa malu, kalau sudah cinta, tetap jadi pilihan. Gitu wak.
Berbeda dengan kaum swing voters atau undecided voters, kaum yang pilihannya masih ngambang, debat bisa mempengaruhi pilihan. Data Kompas masih ada di atas 25 persen lebih pemilih belum ada pilihan. Macam saya ini juga, masih blank. Ingat, pemilih ngambang inilah jadi penentu kemenangan. So, debat menjadi penentu kemenangan jadinya. Dari mana referensi kaum swing voters untuk menentukan pilihan, salah satunya debat itu. Selebihnya macam-macam sih. Ada juga karena lembaran merah, diajak makan, dsb. Macam-macam cara untuk menaklukan kaum ini.
Silakan bela, kampanyekan capres dan cawapres pilihan ente. Memang itulah kewajiban di masa kampanye sekarang. Semua itu akan dinilai oleh kaum undecided voters ini.
Saya selalu ingat pesan kawan, Pemilu dan Pilpres hanya sementara, persahabatan untuk selamanya. Walau saya belum memutuskan pilihan, saya tetap kawan kalian kan.
#camanewak