Pontianak, [POSTKOTA] –Rabu(12/3/2025) Dr. Herman Hofi Munawar:Pelabuhan merupakan urat nadi perekonomian Kalimantan Barat (Kalbar), di mana sekitar 80 persen konsumsi masyarakat masuk melalui Pelabuhan Dwikora Pontianak dan Pelabuhan Kijing di Kabupaten Mempawah. Namun, Direktur LBH Herman Hofi Law sekaligus pakar hukum dan kebijakan publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap dua pelabuhan besar yang berada di bawah otoritas PT Pelindo.
Dr. Herman menyatakan bahwa pengawasan di pelabuhan masih jauh dari optimal, baik dari sisi internal maupun eksternal. Padahal, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan hukum di bidang keselamatan pelayaran, serta mengatur bongkar muat barang. Namun, KSOP dinilai belum maksimal menjalankan fungsinya sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No. 36 Tahun 2012.
“Pelabuhan merupakan pintu gerbang utama distribusi barang di Kalbar, yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Jika pengawasan longgar, maka tidak hanya terjadi ketidaktertiban dalam distribusi barang, tetapi juga berpotensi membuka celah bagi praktik ilegal,” ungkapnya Rabu, 12/3/2025.
Salah satu persoalan utama yang terjadi di Pelabuhan Dwikora adalah sistem bongkar muat yang dinilai masih “amburadul” dan diduga dimonopoli oleh anak perusahaan Pelindo. Dr. Herman menegaskan bahwa seharusnya tidak ada dominasi oleh satu perusahaan dalam kegiatan bongkar muat barang.
“Palindo memang menguasai pelabuhan, tetapi tidak memiliki kewenangan menunjuk anak perusahaannya sendiri untuk mengelola bongkar muat. Harus ada persaingan sehat antar Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Ekspeditor harus diberikan kebebasan untuk memilih PBM tanpa ada tekanan,” tegasnya.
Menurutnya, jika Pelindo menunjuk secara sepihak PBM dari anak perusahaannya atau mewajibkan pihak tertentu menyewa crane milik anak perusahaannya, maka hal tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Dr. Herman juga menyoroti kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap dinamika di pelabuhan. Meskipun pelabuhan bukan di bawah kewenangan langsung pemerintah daerah, mereka tetap memiliki kepentingan dalam memastikan distribusi barang berjalan lancar dan tidak ada praktik bisnis yang merugikan masyarakat.
“Pemda harus memastikan distribusi barang tidak terganggu dan tidak ada permainan yang merugikan rakyat. Infrastruktur, regulasi, serta sumber daya manusia di pelabuhan harus diperbaiki agar biaya logistik tetap rendah dan tidak ada pungutan liar yang membebani harga barang,” ujarnya.
Menurutnya, persaingan usaha yang sehat harus ditegakkan sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga diharapkan turun tangan untuk menindak praktik monopoli yang terjadi di pelabuhan.
Sebagai langkah konkret, Lembaga Bantuan Hukum “Herman Hofi Law” membuka posko pengaduan bagi pelaku usaha dan masyarakat terkait dugaan praktik monopoli di Pelabuhan Dwikora dan Kijing. Pihaknya juga berencana berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk mendorong perbaikan sistem bongkar muat barang agar lebih transparan dan kompetitif.
“Jika praktik monopoli dibiarkan, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat sebagai konsumen akhir. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah, untuk memastikan persaingan yang adil di pelabuhan,” pungkasnya. (HaDin)