Penulis : Dian Tri Hariyanto, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Akuntansi
DILEMA sebuah peraturan tentu menjadikan aturan itu sendiri sulit untuk ditegakkan. Tak ada penekanan akan peraturan yang sedang berlaku menjadikan sebuah peraturan hanya menjadi pemanis tatanan hukum.
Aturan akan menjadi pajangan yang tak jelas tindak lanjut penanganannya. Apalagi jika tidakk disertai aturan lain sebagai pendukungnya, maka terjadilah hambar tak jelas detailnya.
Penggunaan “knalpot racing/ knalpot brong” sebenarnya polisi lalu lintas terfokus kepada knalpot yang bising, namun demi keseragaman akhirnya polisi menindak semua jenis knalpot yang tidak sesuai standar. Untuk masalah “knalpot racing” dianggap belum memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan kementrian perhubungan, atpm sebagai pemasok produk harus mendapatkan perizinan dari kementrian perhubungan mengenai spesifikasi teknis produk motor yang akan dipasarkan. Jadi knalpot tidak standar/ knalpot racing yang dipasang di motor, maka knalpot tersebut melanggar aturan yang telah ditentukan.
Kalau knalpot mengacu standar pabrik atau tingkat kebisingan (desibel)? Sebab ketika melakukan penilangan jarang yang dilengkapi desibel meter.jika dari bentuk saja juga tidak cukup, sebab walau knalpot standar pabrik namun sudah lama dipakai akan kehabisan glasswool atau sarangannya sudah keropos, sehingga suaranya akan berubah. Jadi, harusnya pakai desibel meter karena knalpot standar pabrik juga bisa tambah berisik jika sudah lama dipakai.
Faktor ketidaktahuan adanya aturan tetang pemakaian knalpot racing pada masyarakat, merupakan penyebab banyaknya pelanggar aturan ini ditambah dengan ketidak pedulian petugas seakan-akan menjadi pembiaran pada pelanggar aturan ini
Bagi klub otomotif penggunaann knalpot racing merupakan opini yang rasional untuk dapat mengurangi potensi bahaya dan memberi tanda bagi pemakai jalan lainnya. Tanpa knalpot racing serta lampu-lampu peringatan, berat bagi suatu rombongan untuk berjalan dengan selamat dan nyaman tanpa potongan, terobosan atau mungkin tabrakan dengan pengguna jalan lainnya.
Viral video polisi razia knalpot brong hingga pukul pemotor di Subang, Jawa Barat. Beredar di media sosial video polisi melakukan razia motor dibantu masyarakat.
Razia dilakukan karena masyarakat mengeluhkan motor yang pakai knalpot brong. Salah satu yang mengunggah video, yakni akun Instagram @agoez_bandz4, berikut link videonya https://www.instagram.com/p/CJk8yDjhtoG/?igshid=1gooc1czt7r4i
Kasat Lantas Polres Subang AKP Endang Sujana mengatakan, pemukulan itu terpaksa dilakukan. Pasalnya petugas sedang menertibkan aksi balap liar di jalur wisata di selatan Subang pada Minggu. Endang menambahkan, penertiban balap liar dan Sunmori itu sebagai tindak lanjut aduan masyarakat yang resah Para pelaku balap liar itu biasa beraksi pada Jumat malam sekitar pukul 21-00 -24.00 WIB serta Sabtu dan Minggu pukul 06.00-10.00 WIB. Balap liar diikuti bikers yang mengendarai motor 150 cc hingga 500 cc. Kalau dihitung-hitung, peserta balap liar bisa mencapai 500 orang.
Solusi kedepannya untuk masalah tersebut, para kepolisian seharusnya menindak para pengguna jalan yang melanggar aturan harus dengan benar, yaitu menindaki pelanggaran kenalpot bising menggunakan DB Meter yang tentunya untuk mengukur tingkat suara yang dihasilkan.
Namun seharusnya dalam hal kejadian yang di jelaskan dalam video sebelumnya, seharusnya para kepolisian melakukan penilangan biasa/ kertas tilang, dikarenakan hal ini merupakan solusi yang sangat baik dikarenakan belum adanya fasilitas pengukur suara untuk mengetahui apakah knalpot yang bukan stadar pabrik, melampaui batas kebisingan kendaraan bermotornya atau tidak, bukannya langsung memukul knalpot yang bukan standar tersebut.
Melihat Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”) tentang pengrusakan barang milik orang lain, sebagai berikut, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Disisi lain dalam kejadian diatas, selama ini para kepolisian telah melayani masyarakat/ melaksanakan tugasnya dengan baik. Perkembangan sarana dan prasarananya juga sangat baik dan semakin layak untuk dapat memberikan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat./***