Oleh : Herry Mendrofa (Direktur Eksekutif CISA).
Lembaga Analis dan Konsultan Sosial-Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA)
NASIONAL– Wacana untuk mendorong Jokowi menjadi Presiden di periode ketiga terus mencuat ke publik. Salah satunya dari relawan yang menamakan dirinya Seknas Jokowi-Prabowo (Jok-Pro). Hal ini pun menuai respons Pengamat Politik dari Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA).
“Sah-sah saja sepanjang tujuan terbentuknya Seknas Jok-Pro sebagai bentuk fanatisme terhadap kedua tokoh tersebut namun harus tetap rasional,” ucap Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA melalui keterangan persnya pada Sabtu (19/06/2021).
Menurut Herry hal ini sangat kontradiktif dengan respons Presiden Jokowi yang sama sekali tidak berniat untuk maju pada periode ketiga.
BACA JUGA
Dengan Gowes, Banyak Pesan Bisa Disampaikan
“Sudah jelas, Jokowi sendiri menolak wacana majunya untuk ketiga kalinya karena acuannya sederhana merujuk pada konstitusi. Jika hal ini terus digembar-gemborkan maka akan menjadi kontradiktif serta membentuk preseden buruk bagi kehidupan demokrasi kita,” ungkapnya.
Lebih lanjut Herry menyebutkan bahwa dengan alasan apapun isu Jokowi Presiden untuk 3 periode tidak etis disampaikan secara terus menerus.
Persemian Jembatan Lima berkemajuan, Dandim Sambas : Semoga Paloh Semakin Maju
“Apapun alasannya apalagi hanya mengatasnamakan polarisasi politik Jokowi dan Prabowo kemudian layak diperhitungkan untuk di Pilpres 2024 tidak etis disampaikan ke publik. Bisa menciderai proses reformasi,” ujarnya.
Bahkan Herry pun menyayangkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam isu ini sepertinya tidak memahami psikologis demokrasi di Indonesia.
Terkait Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba Jenis Ganja, Polisi Beberkan Penangkapan Musisi EAP alias Anj
“Beberapa orang yang bergabung kemudian mengusulkan Jokowi-Prabowo sepertinya kurang paham psikologis demokrasi dan suasana kebatinan di masyarakat,” Jelasnya.
Ditambah lagi dengan banyaknya survei yang justru menggambarkan bahwa Publik menolak wacana jabatan Presiden menjadi 3 periode.
“Di beberapa survei justru mayoritas publik menolak wacana jabatan Presiden menjadi 3 periode artinya hal ini juga berlaku untuk Jokowi sehingga jangan sampai kualitas demokrasi justru menurun dengan adanya isu tersebut,” pungkas Herry Mendrofa yang juga Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini./red/SP.