Sintang, Kalbar postkotapontianak.com
Bupati Sintang dr. H. Jarot Winarno, M. Med. PH memimpin rapat koordinasi penanganan PETI di Wilayah Kabupaten Sintang di Pendopo Bupati Sintang pada Jumat, 7 Mei 2021.
Turut hadir dalam Rakor tersebut Kapolres Sintang AKBP Ventie Bernard Musak, Kajari Sintang Porman Patuan Radot,SH.MH, Dandim 1205 Sintang Sintang Letkol Inf Eko Bintara Saktiawan, Dandenpom XII-1 Sintang, Mayor CPM Randy Pradono Sugito dan jajaran Pemkab Sintang.
Bupati Sintang dr. H. Jarot Winarno, M. Med. PH menjelaskan ada empat poin arahan soal penanganan persoalan PETI di Kabupaten Sintang yakni zero mercuri, mengurangi jumlah penambang, tidak menggunakan alat berat seperti fuso, panther dan dong feng, serta toleransi sampai H-4 Idul Fitri setelah itu akan dilakukan penertiban.
“PETI ini cerita panjang sejak jaman dahulu. Ada dampak lingkungan akibat PETI yang sangat terasa, jalur sungai yang berubah. Penanganan PETI ini juga berubah-ubah. Pernah menjadi kewenangan kabupaten, lalu berpindah ke provinsi dalam hal pengurusan Surat Ijin Pertambangan Rakyat (SIPR). Tapi anehnya, ketika penegakan aturan masih di kabupaten. Ijinnya diberikan provinsi, penegakan oleh kabupaten. Harusnya provinsi yang juga menegakan aturan” terang Bupati Sintang
“seringkali setiap penegakan hukum atas aktivitas PETI ini menimbulkan masalah sosial. Sehingga akhirnya, saya membawa perwakilan penambang melakukan audiensi ke Kapolda yang menyepakati untuk zero mercuri, dan pengakuan para penambang di sungai memang mereka tidak menggunakan mercuri di sungai tetapi dilakukan di daratan. Hasil pemeriksaan kadar mercuri di PDAM Tirta Senentang memang selalu normal atau tidak ada kandungan mercuri di air PDAM Sintang. Kita juga harus ada pemabatasan jumlah penambang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Bisa juga dicoba penggunaan sianida untuk aktivitas PETI. Penambang juga tidak menggunakan alat berat” terang Bupati Sintang
“tetapi kami lebih pada agar diurus legalitas. Kita sudah usulkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 19 lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat, namun tidak ada tindak lanjut dari Pemprov Kalbar. Kita di kabupaten ini simalakama, ijinnya di provinsi, tetapi penegakan aturan di kabupaten, jadi serba salah. Disaat pandemic ini, memang PETI menjadi salah satu pilihan masyarakat bekerja dengan berbagai pembatasan dan aturan.
Yuda Prawiyanto Kepala Seksi Kerusakaan dan Pemulihan Lingkungan Dinas Kebersihan dan Linkungan Hidup Kabupaten Sintang menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana RI sudah mengembangkan peralatan dan teknologi dalam penggunaan sianida untuk pertambangan dengan harga diatas 1 milyar. “alat ini sudah diuji coba di Kalimantan Tengah” terang Yuda Prawiyanto
Kapolres Sintang AKBP Ventie Bernard Musak menyampaikan bahwa penegakan hukum terhadap aktivitas PETI merupakan upaya terakhir untuk dilakukan. “setiap penegakan hukum, ternyata tidak memberikan solusi yang permanen. Tidak semua PETI bisa ditindak karena terlalu banyak PETI di Kabupaten Sintang. Dari 14 kecamatan, 11 kecamatan ada aktivitas PETI. Alat yang digunakan seperti mesin dong feng, fuso dan panther serta jenis lain di darat dan sungai. Dalam penegakan hukum atas aktivitas PETI ini, kami tidak mau ada terjadi konflik” terang Ventie Bernard Musak
“kami juga sepakat untuk dilakukan pembatasan atas aktivitas PETI. Ijin atas aktivitas PETI memang susah karena menjadi kewenangan pemerintah pusat. Akibat PETI adalah lingkungan rusak, erosi, longsor, banjir, pemukiman rusak, aliran sungai, habitat ekosistem sungai dan hutan yang rusak. Bila dibiarkan dan tidak dikendalikan, maka akan menjadi bola liar. Kami juga belum melalukan cek apakah para penambang menggunakan mercuri. Alat penambang ini seperti sebuah rumah di sepanjang sungai dan bisa berpindah” tambah Kapolres Sintang
“wacana agar penambang diwadahi bisa juga dilakukan dengan pembatasan yang ada. PETI ini sangat bersinggungan dengan hukum karena tidak ada izin, lingkungan hidup dan bisa menimbulkan konflik di masyarakat. ini memang bukan hanya di Sintang, tetapi di Kalbar dan Indonesia. Di negara kita belum ada aturan yang mengatur soal aktivitas PETI. Namun, kalau tidak dikendalikan, akan bersinggungan dengan hukum, maka perlu dibatasi dan dikendalikan” terang Kapolres Sintang
Kepala Kejaksaan Negeri Sintang Porman Patuan Radot menyampaikan keadaan Kabupaten Sintang dalam hal aktivitas PETI memang perlu adanya pembatasan. “baik pembatasan soal alat yang digunakan. Kalau hanya untuk rakyat kecil, maka alat juga dibatasi. Pemerintah daerah harus mengatur ini. Pertambangan berizin tetapi cara penambangan liar, juga tidak boleh. Pelarangan mercuri di sungai juga bagus. Saya hobi mancing, naik perahu dari lanting Pemda sampai ke Nanga Ketungau dengan perjalanan 1,5 jam, saya melihat 37 tambang emas di tengah sungai Kapuas. Ada yang sampai 3 jejer di tengah sungai. Mari kita jaga lingkungan di Sintang ini. Kebijakan Pemda Sintang kami dukung untuk kebaikan Sintang” terang Porman Patuan Radot. (LMB)